• Breaking News

    Jurnalis Profesional

    Kamis, 22 September 2016

    Jurnalisme atau Jurnalistik

    Kamu yang Mau Jadi Jurnalis, Tahukah Bedanya Jurnalistik dan Jurnalisme?

    “Ikut seminar jurnalistik yang dibimbing jurnalis dari ranah jurnalisme.” Sebenarnya apa sih bedanya jurnalistik dan jurnalisme?
    Kamu yang Mau Jadi Jurnalis, Tahukah Bedanya Jurnalistik dan Jurnalisme?
    Istilah jurnalistik dan jurnalisme sering kali terdengar  ketika membahas tentang pers. Sebenarnya, apakah kedua kata tersebut memiliki makna yang sama?
    Penggunaan kedua istilah tersebut sering kali menjadi rancu. Di mana harus menggunakan kata jurnalistik, dan di mana harus menggunakan istilah jurnalisme? Selama ini, tidak ada aturan yang menerangkan bagaimana penggunaan kedua istilah tersebut dalam kalimat maupun konteks tertentu. Secara umum, masyarakat pun tidak cukup memahami bagaimana seharusnya menempatkan istilah tersebut sesuai makna dan fungsinya.


    Apakah sama?
    Baik jurnalistik maupun jurnalisme memiliki kata dasar yang sama, yaitu jurnal. Imbuhan yang berbeda membuat makna dari kedua istilah tersebut sedikit berbeda pula. Mochammad Januar Rizki, reporter majalah Gatra, mengatakan, perbedaan keduanya bisa dilihat dari akhiran atau sufiks dalam ilmu linguistik. Kata jurnalistik memiliki akhiran ‘ik,’ sedangkan jurnalisme memiliki imbuhan ‘isme.’ “Ini menyebabkan keduanya memiliki pemakaian yang berbeda dalam kalimat,” ujar Januar.
    Januar melanjutkan, jurnalisme adalah proses pengerjaan sebuah karya-karya, pengumpulan data, atau informasi. Kemudian, karya tersebut melewati proses penyuntingan hingga menjadi sebuah berita yang layak dikonsumsi masyarakat. “Sedangkan jurnalistik, lebih merujuk pada sifat,” jelasnya.
    Sedangkan menurut Wisnu Prasetya Utomo, peneliti media di Remotivi, kedua istilah tersebut sebenarnya memiliki makna yang relatif sama. “Yaitu tentang laku kegiatan mengumpulkan, menulis, dan menerbitkan sebuah berita, sehingga penggunaannya bisa dipertukarkan,” terangnya. 
    Sepanjang pengetahuan Wisnu, selama ini tidak ada pembahasan serius mengenai kedua istilah tersebut. Namun menurutnya, istilah jurnalisme lebih dekat dengan hal-hal yang sifatnya ‘isme’ atau paham. Di dalamnya terkandung hal-hal seperti pandangan atau ide-ide. “Misalnya seperti jurnalis harus berpihak pada kepentingan publik, jurnalis harus berpihak pada kebenaran, pandangan-pandangan  semacam itu,” paparnya.
    Sementara, Wisnu mengatakan, istilah jurnalistik cenderung pada hal-hal teknis yang berkaitan dengan teknik reportase, misalnya teknik menulis, teknik wawancara, dan lain sebagainya.


    Perlukah tahu maknanya?
    Bagi masyarakat secara umum, mengetahui makna dari kedua istilah tersebut, dikatakan Wisnu, tidak harus dilakukan. “Saya kira memang masyarakat tidak perlu tahu makna yang spesifik dari kedua istilah tersebut, apalagi maknanya relatif sama,” ujarnya.
    Kendati demikian, untuk istilah lain, Wisnu mengatakan bahwa masyarakat juga perlu tahu. Tujuannya, agar mereka tepat dalam menggunakan istilah. Jika penggunaannya terlanjur keliru, tidak menutup kemungkinan selanjutnya pun penggunaan istilah akan terus dilakukan dengan tidak tepat, sehingga suatu istilah bisa kehilangan makna yang sebenarnya. 
    Hampir sama dengan yang dikatakan Wisnu, Januar juga berpendapat bahwa masyarakat perlu sekali dalam memahami istilah-istilah yang ada di dunia pers. “Selain menambah pengetahuan tentang arti kata, masyarakat juga harus tahu teknis dan bagaimana proses informasi yang mereka konsumsi sehari-hari,” paparnya. Artinya, masyarakat tidak hanya tahu tentang istilah saja tetapi juga bagaimana informasi yang dihasilkan dari aktivitas pers itu diproduksi.\
    Dengan demikian, masyarakat juga mampu menyaring informasi yang layak mereka dapatkan. “Mereka juga tahu apakah informasi yang mereka terima ini valid atau tidak,” tukas Januar.
    Ia melanjutkan, selama ini masyarakat cenderung tidak acuh terhadap pers. Hal ini menurutnya bisa dilihat dari banyaknya pelanggaran karya jurnalistik yang diterima masyarakat. “Itu tandanya selain medianya yang bermasalah, masyarakatnya juga tidak peduli,” tegasnya.


    Berkarir di bidang jurnalistik, siapkah?
    Jika tebersit dalam benakmu untuk berkarir di dunia pers, ada hal-hal yang memang harus kamu pahami. Januar mengatakan, profesi wartawan bukanlah profesi yang dapat memberikan jaminan dari segi materi. “Apalagi, media-media di Indonesia tidak membentuk kita untuk jadi wartawan profesional,” ujarnya sambil tertawa.
    Wisnu juga sepakat dengan hal tersebut. Menurutnya, profesi di bidang jurnalistik memang tidak menjamin seseorang akan kaya secara materi. “Ini mungkin lebih kepada kepuasan personal saja,” jelasnya.
    Namun, jika memang keinginanmu kuat ingin menjadi wartawan maupun profesi lain dalam dunia jurnalistik, Januar menyarankan sebaiknya kamu memahami dulu etika laku wartawan yang baik. Ia merekomendasikan buku ‘Vademekum Wartawan’ atau ‘Sembilan Elemen Jurnalisme’ karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel sebagai bacaan awal jika kamu berminat terjun di ranah pers. Skill dan kemampuan teknis lain bisa dilatih secara mandiri dengan cara banyak membaca buku dan menulis.
    Profesi di bidang jurnalistik memang tidak bisa dilakukan dengan berangkat dari keinginan untuk memperkaya diri dari segi materi. Menurut Wisnu, hal paling dasar yang harus disiapkan justru perspektif atau pola pikir. “Bekerja di media itu berhubungan dengan banyak orang melalui berita. Jadi matangkan dulu pola pikir, barulah perdalam skill dan lainnya,” pungkas Wisnu. 

    Sumber : http://careernews.id/issues/view/3070-Kamu-yang-Mau-Jadi-Jurnalis-Tahukah-Bedanya-Jurnalistik-dan-Jurnalisme

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar